Our Love Story
Kami pernah berjalan di koridor yang sama, kuliah di kelas yang hanya dipisahkan tembok, bahkan lulus di tahun yang sama. Tapi lucunya… kami tidak saling kenal. Hanya dua nama yang kebetulan ada di angkatan yang sama.
Sampai akhirnya, di masa paling penuh tekanan dan harapan—masa skripsi—kami dipertemukan. Bukan lewat pertemuan yang heboh, tapi lewat langkah kecil. Furi memulai segalanya. Lewat follow Instagram, obrolan ringan, sampai diskusi-diskusi yang perlahan menjadi kebiasaan menyenangkan. Ia hadir. Tenang, konsisten, dan sabar.
Sementara aku? Masih menimbang-nimbang. Belum yakin. Kupikir ini hanya pertemanan biasa. Tapi Furi tetap bertahan, tanpa pernah memaksa. Dan dari situ, aku mulai percaya… mungkin ini bukan hal yang kebetulan.
Kami mulai dekat. Lalu lulus. dan… kami harus menjalani jarak.
LDR bukan cerita yang mudah. Kami tinggal di dua provinsi berbeda. Tapi dari rindu yang dijaga itulah kami belajar arti bertahan. Komitmen diuji, komunikasi diasah. Dan nyatanya, kami tetap saling memilih—hari demi hari, meski tak saling bertatap.
Dua bulan yang lalu, Furi melamarku. Dalam momen yang indah, Penuh cinta, dan dan tekad untuk sama-sama berjalan bukan hanya sampai pelaminan—tetapi hingga JannahNya.
Dan sekarang… kami sedang menghitung hari. Menuju waktu di mana dua hati yang dulu hanya berpapasan, kini bersatu dalam satu janji: saling menggenggam, saling menjaga, dan bersama-sama menuju ridha-Nya.
Karena cinta yang paling indah… tak hanya menyatukan dua hati, tapi juga menuntun menuju surga.